1. Beberapa Undang-Undang Penting yang Diundangkan & Diberlakukan di 2025
Berikut adalah beberapa undang-undang di Republik Korea yang diundangkan dan diberlakukan pada tahun 2025, yang dapat dijadikan referensi bagi Indonesia. Undang-undang ini disahkan untuk mendukung kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir, pariwisata, serta ketahanan energi.
- Undang-Undang tentang Pengembangan Biologi Sintetis (UU No. 20923, diundangkan 22 April 2025,berlaku mulai 23 April 2026)
a) Tujuan
Biologi sintetis merupakan teknologi unggulan dalam bidang bio-digital yang menggabungkan teknologi digital canggih seperti kecerdasan buatan dan big data. Istilah ini merujuk pada ilmu dan teknologi bioteknologi yang secara rekayasa merancang, memproduksi, dan memanfaatkan komponen serta sistem makhluk hidup. Teknologi ini menarik perhatian karena dianggap mampu melampaui batasan-batasan yang selama ini ada dalam teknologi biologi tradisional. Biologi sintetis juga memiliki dampak luas yang melampaui batas-batas industri konvensional seperti sektor kimia, lingkungan, dan energi. Hal ini membuat biologi sintetis berkembang pesat sebagai salah satu bidang kunci dalam kompetisi global untuk supremasi teknologi.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya mendorong pengembangan riset dan pembangunan di bidang biologi sintetis serta membentuk landasan riset nasional guna memperkuat daya saing global. Di samping itu, melalui pembentukan dasar hukum yang sistematis untuk menjamin pengembangan dan pengelolaan teknologi secara bertanggung jawab, undang-undang ini bertujuan untuk membina ekosistem biologi sintetis dan membangun fondasi bagi kepemimpinan di era bioekonomi, yang pada akhirnya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan industri dan pembangunan ekonomi nasional.
b) Poin-Poin Utama
- Pemerintah, melalui Kementerian Sains, Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (Ministry of Science and ICT), menyusun Rencana Induk Pengembangan Biologi Sintetis yang memuat tujuan dan arah kebijakan jangka menengah dan panjang terkait pengembangan biologi sintetik setiap lima tahun sekali. Berdasarkan Rencana Induk tersebut, Menteri Sains, Teknologi, Informasi, dan Komunikasi—setelah berkoordinasi dengan pimpinan instansi pemerintah pusat terkait—wajib menyusun dan melaksanakan Rencana Pelaksanaan Tahunan berdasarkan Rencana Indukyang sudah dibentuk.
- Menteri Sains dan Teknologi Informasi dan Komunikasi menetapkan lembaga pusat penelitian dan pengembangan biologi sintetis guna mendorong inovasi dan perluasan R&D di bidang biologi sintetis, serta membangun, memelihara, dan mengembangkan sistem kerja sama yang terpadu antara sektor industri, akademisi, dan lembaga penelitian. Lembaga pusat ini akan menjalankan fungsi seperti pengembangan teknologi dasar biologi sintetis melalui keterhubungan dan kolaborasi antar lembaga pusat tersebut.
- Dalam rangka memperkuat fondasi penelitian di bidang biologi sintetis, pemerintah menyusun dan melaksanakan kebijakan dukungan terkait pengadaan, pengelolaan, serta pemanfaatan bersama fasilitas dan peralatan penelitian. Pemerintah juga membangun dan mengoperasikan BiofoundryPublik—yakni fasilitas pendukung penelitian biologi yang menstandarkan, mempercepat, dan mengotomatiskan seluruh proses perancangan, produksi, pengujian, dan pembelajaran dalam biologi sintetis. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan secara bersama oleh kalangan industri, akademisi, dan peneliti, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
- Undang-undang ini juga mengatur hal-hal yang diperlukan untuk memastikan pengelolaan biologi sintetis dilakukan secara bertanggung jawab. Cakupan pengaturan tersebut meliputi:
- penyusunan pedoman penelitian dan pengembangan biologi sintetis;
- pembangunan dan pengoperasian sistem manajemen keselamatan untuk mengantisipasi potensi risiko serta dampak lingkungan yang dapat timbul selama pelaksanaan proyek penelitian dan pengembangan nasional maupun pemanfaatan hasilnya;
- penghimpunan masukan dari para pemangku kepentingan dalam proses penyusunan Rencana Induk dan kebijakan pengembangan biologi sintetis; serta
- pelaksanaan program peningkatan pemahaman masyarakat.
B. Undang-Undang tentang Pengembangan Industri Wisata Penyembuhan/Healing Tourism (UU No. 20920, diundangkan 8 April 2025, berlaku mulai 9 April 2026)
a) Tujuan
Belakangan ini, permintaan terhadap kegiatan wisata penyembuhan/healing tourism yang berfokus pada pemulihan dan keseimbangan kesehatan fisik dan mental, serta fasilitas dan program wisata penyembuhan yang mendukung kegiatan tersebut, terus meningkat. Namun, karena belum adanya landasan kelembagaan yang memadai—termasuk definisi yang jelas, sasaran, cakupan usaha, serta dasar hukum untuk pemberian dukungan untuk healing tourism—pengembangan dan penggiatan healing tourism secara sistematis masih menghadapi berbagai kendala. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan dan menggiatkan industri healing tourism dengan memanfaatkan berbagai sumber daya, seperti pemandangan alam, pemandian air panas, kuliner, serta jalur jalan kaki tanpa alas kaki. Pengembangan ini bertujuan untuk mendorong pemulihan dan peningkatan kesehatan masyarakat, meningkatkan kualitas hidup, serta menciptakan nilai tambah baik secara sosial maupun ekonomi.
Melalui penetapan ketentuan yang diperlukan bagi pengembangan industri healing tourism, pemerintah berupaya membangun landasan industri yang kokoh guna mendorong penciptaan nilai tambah tinggi di sektor tersebut. Selain itu, dengan menyediakan layanan healing tourism, kebijakan ini bertujuan untuk mendukung pemulihan dan peningkatan kesehatan fisik, mental, dan sosial masyarakat, sekaligus berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup dan pembangunan ekonomi nasional.
b) Poin-Poin Utama
- Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata (Minister of Culture, Sports, and Tourism) wajib menyusun dan melaksanakan Rencana Induk Pengembangan Industri Healing Tourismsetiap lima tahun sekali guna mendukung dan mengembangkan industri tersebut. Setiap tahunnya, Menteri juga harus menyusun dan melaksanakan Rencana Pelaksanaan Tahunan untuk pengembangan industri healing tourism.
- Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata dapat membangun sistem kerja sama dengan instansi pemerintahan terkait, lembaga publik, kalangan industri, dan akademisi guna melakukan koordinasi dan penyesuaian terkait pengembangan serta dukungan untuk industri healing tourism.
- UUini mengatur ketentuan tentang pendaftaran dan pencabutan pendaftaran pelaku usaha healing tourism, alih status atau pewarisan kedudukan pelaku usaha tersebut, serta sertifikasi fasilitas healing tourism yang memenuhi kriteria sebagai fasilitas unggulan.
- Undang-undang ini juga mencakup ketentuan mengenai survei kondisi terkini industri healing tourism,penyusunan dan pengelolaan data statistik, pembangunan serta pengoperasian sistem informasi terpadu, penunjukan lembaga pendukung khusus, pelaksanaan penelitian dan pengembangan, pengembangan tenaga profesional, serta hal-hal lain yang diperlukan untuk penyediaan layanan healing tourism.
C. Undang-Undang Khusus tentang Percepatan Penyebarluasan dan Pengembangan Industri Pembangkit Listrik Tenaga Angin Lepas Pantai/Offshore Wind Power (Undang-Undang Nomor 20845, diundangkan 25 Maret 2025, berlaku mulai 26 Maret 2026)
a) Tujuan
Pada proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai, pengembang bertanggung jawab secara individual atas seluruh tahapan mulai dari pencarian lokasi hingga perolehan izin, sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi pembangunan yang tidak teratur. Selain itu, rendahnya tingkat penerimaan dari masyarakat dan nelayan kerap menjadi hambatan, yang pada akhirnya menyebabkan keterlambatan dalam pelaksanaan proyek. Sementara itu, untuk memastikan tercapainya target netralitas karbon nasional serta keberhasilan penyebarluasan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai, diperlukan penerapan sistem dan skema dukungan baru yang mampu menjadi terobosan dan berbeda dari pendekatan yang berlaku selama ini.
Oleh karena itu, undang-undang ini menetapkan ketentuan mengenai pengembangan kawasan pembangkit angin lepas pantai secara terencana untuk mendorong percepatan penyebarannya, serta mendukung pengembangan industri tenaga angin lepas pantai dan pembentukan ekosistem industri yang sehat. Dengan memperhatikan fungsi publik dari ruang laut dan mendorong pengembangan serta pemanfaatannya secara seimbang, undang-undang ini bertujuan untuk berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencapaian netralitas karbon, memperkuat daya saing industri angin lepas pantai, serta mendukung ketahanan energi, keamanan nasional, dan pertumbuhan ekonomi negara.
b) Poin-Poin Utama
- Menteri Perindustrian, Perdagangan, dan Energi(Ministerof Trade, Industry and Energy) menyusun Rancangan Dasar untuk kawasan pra-penetapan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai (wilayah yang dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai kawasan pembangunan karena memenuhi kondisi yang unggul; potensi angin yang memadai, dampak lingkungan yang minimal, serta risiko gangguan terhadap masyarakat yang rendah). Rancangan Dasar tersebut ditetapkan oleh Menteri setelah melalui pembahasan dan persetujuan Komite Pembangkit Listrik Tenaga Angin Lepas Pantai. Apabila Menteri menyusun Rancangan Dasar atau mengubah secara signifikan Rancangan Dasar yang telah ditetapkan, maka harus dilakukan kajian dampak dari perspektif lingkungan laut dan permohonan konsultasi harus diajukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (Minister of Oceans and Fisheries).
- Menteri Perindustrian, Perdagangan, dan Energi menetapkan seluruh atau sebagian wilayah cadangan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai sebagai kawasan pembangkit, apabila wilayah tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan penetapan—termasuk terpenuhinya kelayakan ekonomi dari kondisi angin—serta telah melalui konsultasi dengan forum konsultatif pemerintah dan sektor swasta, dan memperoleh persetujuan dari Komite. Penetapan ini dilakukan agar pembangunan dan pengoperasian fasilitas pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai dapat dilaksanakan secara terpusat di kawasan dimaksud.
- Menteri Perencanaan dan Keuangan (Minister of Economy and Finance) dapat memberikan pengecualian terhadap studi kelayakan awal (preliminary feasibility study) apabila dinilai perlu untuk mendorong pelaksanaan proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai secara cepat dan lancar di dalam kawasan pembangkit. Selain itu, undang-undang ini memberikan dasar hukum bagi pimpinan badan usaha milik negara atau lembaga quasi-pemerintah untuk mengajukan permohonan pengecualian studi kelayakan awal kepada Menteri, apabila proyek yang dimaksud dianggap memerlukan percepatan pelaksanaan secara khusus di kawasan tersebut.
- Undang-undang ini juga mengatur tentang pengembangan industri tenaga angin lepas pantai dan dukungan terhadap sektor-sektor yang terdampak, diantaranya sebagai berikut:
- Percepatan pengembangan teknologi tenaga angin lepas pantai;
- Pengembangan tenaga ahli di bidang terkait;
- Dukungan untuk aktivasi rantai pasok tenaga angin lepas pantai;
- Pembangunan dan pengoperasian kawasan uji coba (demonstration complex) tenaga angin lepas pantai;
- Penunjukan lembaga penelitian khusus;
- Penguatan kerja sama internasional;
- Dukungan terhadap fasilitas pelabuhan dan infrastruktur pendukung di kawasan belakang pelabuhan;
- Dukungan terhadap sektor perikanan dan lainnya yang terdampak;
- Ketentuan khusus mengenai pengenaan biaya penggunaan ruang laut (seperti biaya pemanfaatan dan sewa wilayah perairan negara); dan
- Dukungan terhadap transisi energi;
Seluruh ketentuan ini bertujuan untuk mendorong kemajuan industri tenaga angin lepas pantai sekaligus memberikan perlindungan dan dukungan kepada industri lain yang terdampak oleh pengembangan sektor tersebut.
2. Pengenalan tentang Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah Otonom
A. Pembukaan
- Jika ditinjau secara historis dari Konstitusi yang menjadi dasar hukum bagi Undang-Undang Pemerintahan Daerah, sejak Konstitusi Pertama tahun 1948, Republik Korea telah menetapkan satu bab khusus mengenai pemerintahan daerah, yang mencerminkan kesadaran bahwa sistem pemerintahan daerah merupakan salah satu sistem penting dalam negara demokratis. Meskipun sempat ada upaya untuk menerapkannya, pelaksanaan sistem pemerintahan daerah terhenti akibat kudeta militer pada tahun 1961. Namun, setelah Demonstrasi Juni (June Democratic Struggle) di tahun 1987, sistem pemerintahan daerah mulai diterapkan secara penuh, diawali dengan pembentukan Majelis Daerah pada tahun 1991, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan pemilihan langsung kepala pemerintah daerah pada tahun 1995.
- Dalam Konstitusi yang berlaku saat ini (Amandemen ke-9 Tahun 1987), ketentuan mengenai pemerintahan daerah diatur dalam Bab VIII. Pasal 117 ayat (1) pada bab yang sama menyatakan bahwa “Pemerintah Daerah menangani urusan yang berkaitan dengan kesejahteraan penduduk, mengelola kekayaan daerah, dan dapat menetapkan peraturan otonom dalam batas yang ditentukan oleh undang-undang.” Selanjutnya, Pasal 118 ayat (1) dan (2) mengatur bahwa unsur penyelenggara Pemerintah Daerah terdiri atas Majelis Daerah dan Kepala Daerah, serta mendelegasikan ketentuan lebih lanjut tentang jenis, organisasi, dan pengelolaan Pemerintah Daerah kepada undang-undang. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut, dibentuklah Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
- Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebelum berlakunya Amandemen ke-9 Konstitusi, sistem Pemerintahan Daerah di Republik Korea lebih banyak dipahami sebagai administrasi lokal semata. Pelaksanaan Pemerintahan Daerah secara substansial baru dimulai setelah pemilu tahun 1991, yang mengantarkan pada pembentukan Majelis Daerah di setiap Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dapat dianggap sebagai undang-undang dasar dalam sistem pemerintahan daerah. Namun, ketentuan mengenai pemilihan anggota Majelis Daerah dan Kepala Daerah diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum Pejabat Publik, sedangkan hal-hal terkait otonomi pendidikan daerah diatur dalam Undang-Undang tentang Otonomi Pendidikan Daerah. Selain itu, sistem hukum terkait pemerintahan daerah tersebar dalam berbagai undang-undang sektoral lainnya, seperti Undang-Undang tentang Pegawai Negeri Sipil Daerah, Undang-Undang tentang Keuangan Daerah, Undang-Undang tentang Dana Alokasi Daerah, dan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Daerah.
B. Susunan Keseluruhan dan Poin-Poin Utama UU tentang Pemerintahan Daerah
- Bab I (Ketentuan Umum) mengatur tentang jenis-jenis pemerintahan daerah, status hukum, wilayah wewenang, dan cakupan urusan yang menjadi tanggung jawab daerah.
- Bab II mengatur mengenai warga daerah sebagai unsur penyusun pemerintah daerah.
- Bab III mengatur peraturan daerah sebagai instrumen otonom, mencakup Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
- Bab IV mengatur bahwa bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan pejabat penyelenggara pemerintahan didelegasikan dan diatur di undang-undang lain.
- Bab V mengatur mengenai Majelis Nasional sebagai badan legislatif daerah, yang mencakup ketentuan tentang pembentukan, kewenangan, kewajiban, dan hal-hal terkait sidang majelis.
- Bab VI mengatur tentang badan eksekutif daerah, termasuk Kepala Daerah dan unsur pelaksana lainnya.
- Bab VII memuat ketentuan tentang pengelolaan keuangan daerah, termasuk prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
- Bab VIII mengatur mengenai hubungan antar daerah, seperti kerja sama dan penyelesaian sengketa antar daerah.
- Bab IX mengatur tentang hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
- Bab X memuat ketentuan tentang pertukaran dan kerja sama internasional oleh daerah.
- Bab XI mengatur tentang pengecualian administratif (administrative privileges) yang berlaku bagi Kota Khusus Seoul (Seoul Metropolitan City) dan kota-kota besar lainnya, Kota Otonom Khusus Sejong (Sejong Special Self-Governing City), dan Provinsi Otonom Khusus Jeju (Jeju Special Self-Governing Province).
- Bab XII mengatur tentang daerah khusus yang dibentuk secara bersama oleh dua atau lebih daerah.
3. Karakteristik dari Sistem Pemerintahan Daerah di Republik Korea
A. Jenis-Jenis Pemerintahan Daerah dan Sistem Pemerintahan Daerah 2 Tingkat
- Pasal 2 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa, selain pemerintah daerah khusus (special local government) yang dibentuk tanpa memperhatikan batas wilayah kewenangan, jenis pemerintah daerah dibedakan menjadi dua kategori utama yaitu pemerintah daerah tingkat atas dan pemerintah daerah tingkat bawah yang berada dalam wilayah kewenangan pemerintah daerah tingkat atas tersebut.
- Pemerintah Daerah Tingkat Atas: Kota Khusus (Special Metropolitan City), Kota Metropolitan (Metropolitan City), Kota Otonom Khusus (Special Self-Governing City), Provinsi, dan Provinsi Otonom Khusus (Special Self-Governing Province) .
- Pemerintah Daerah Tingkat Bawah : Kota (City), Kabupaten (County), dan Kecamatan (District).
- Sebelum sistem pemerintahan daerah diterapkan secara penuh, pemerintah daerah berfungsi sebagai lembaga administrasi daerah milik negara. Oleh karena itu, pembagian wilayah negara menjadi satuan administrasi yang luas—yang kemudian dibagi lagi ke dalam unit-unit yang lebih kecil untuk membentuk lembaga administrasi tingkat bawah—secara rasional dapat dipahami sebagai upaya untuk menunjang efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas administratif pemerintahan.
- Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan pada tahun 1949, dan meskipun sistem dua tingkat pemerintah daerah seperti dijelaskan sebelumnya telah ditetapkan, alasan yang jelas mengenai mengapa struktur tersebut diadopsi belum sepenuhnya dapat dipastikan. Beberapa pendapat menyatakan bahwa hal ini kemungkinan besar merupakan hasil dari adopsi sistem dan undang-undang pemerintahan daerah Jepang pada masa itu yang diterapkan tanpa peninjauan lebih lanjut
B. Dualisasi Lembaga Eksekutif di Pemerintahan Daerah
- Dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, setiap pemerintah daerah memiliki Majelis Daerah sebagai lembaga legislatif daerah, dan Kepala Daerah serta perangkat daerah lain sebagai lembaga eksekutif daerah.
- Sementara itu, Pasal 135 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa ketentuan mengenai pembentukan dan pengelolaan lembaga yang dikhususkan menangani urusan pemerintahan daerah di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan olahraga harus ditetapkan melalui undang-undang tersendiri.
- Untuk melaksanakan urusan tersebut, setiap pemerintah daerah tingkat atas memiliki Kepala Dinas Pendidikan (Superintendent of Education) sebagai badan eksekutif yang bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi pendidikan dan akademik di daerah.
- Sejalan dengan ketentuan tersebut, Undang-Undang tentang Otonomi Pendidikan Daerah mengatur bahwa urusan yang berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, olahraga, dan bidang akademik lainnya (selanjutnya disebut sebagai “pendidikan dan akademik”) merupakan kewenangan pemerintah daerah tingkat atas. Untuk melaksanakan urusan tersebut, setiap pemerintah daerah tingkat atas memiliki Superintendent of Education, yang bertanggung jawab atas urusan pendidikan dan akademik di daerah.
- Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, pemerintah daerah tingkat atas memiliki satu lembaga legislatif, yaitu Majelis Daerah, namun dua lembaga eksekutif yang terpisah: Kepala Pemerintah Daerah, yang menangani urusan pemerintahan selain bidang pendidikan dan akademik, serta Kepala Bidang Pendidikan (Superintendent of Education), yang bertanggung jawab atas urusan pendidikan dan akademik. Sejumlah pihak berpendapat bahwa pemisahan ini juga merupakan hasil adopsi dari sistem Jepang—yang memisahkan urusan pendidikan dari pemerintahan daerah—tanpa melalui peninjauan ulang.
- Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan pada tahun 1949, dan meskipun sistem dua tingkat pemerintah daerah seperti dijelaskan sebelumnya telah ditetapkan, alasan yang jelas mengenai mengapa struktur tersebut diadopsi belum sepenuhnya dapat dipastikan. Beberapa pendapat menyatakan bahwa hal ini kemungkinan besar merupakan hasil dari adopsi sistem dan undang-undang pemerintahan daerah Jepang pada masa itu yang diterapkan tanpa peninjauan lebih lanjut
C. Prinsip Supremasi Peraturan Perundang-undangan terhadap Peraturan Perundang-undangan Daerah
- Pasal 28 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa pemerintah daerah dapat membentuk Peraturan Daerah dalam lingkup kewenangannya, sepanjang tidak melampaui batas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun, apabila peraturan tersebut memuat pembatasan hak dan pemberian kewajiban warga, atau sanksi pidana, maka Perda hanya dapat dibentuk berdasarkan pendelegasian yang eksplisit dari undang-undang.
- Ketentuan Pasal 28 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut dipahami sebagai pembatasan kewenangan legislasi daerah guna mencegah konflik antara peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi di tingkat nasional.
- Namun, ketentuan ini menuai kritik karena dinilai membatasi secara berlebihan kewenangan legislasi otonom pemerintah daerah. Oleh karena itu, terdapat pandangan bahwa ketentuan tersebut beserta ketentuan konstitusi terkait perlu ditinjau ulang dan disempurnakan di masa mendatang.
D. Kedudukan Ganda Pemerintah Daerah
- Pemerintah daerah, sebagai badan hukum publik berdasarkan konstitusi, bertanggung jawab menyelenggarakan urusan yang berkaitan dengan kesejahteraan warga setempat. Dalam konteks ini, Daerah memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan urusan yang menjadi tanggung jawabnya secara otonom, setara dengan pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah tingkat atas.
- Namun, selain menyelenggarakan urusan terkait kesejahteraan warga setempat sesuai Konstitusi dan peraturan perundang-undangan, Daerah juga bertugas melaksanakan urusan yang didelegasikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat atas di wilayahnya. Dalam konteks ini, Daerah berfungsi sebagai lembaga administrasi milik negara atau pemerintah daerah tingkat atas dalam menjalankan tugas-tugas dimaksud.
* Untuk informasi lebih lanjut mengenai Undang-Undang diatas atau contoh-contoh legislasi lainnya di Republik Korea, Anda dapat menghubungi Konsultan Hukum Sim Hyunjurng atau Penerjemah Eviana Kusdwianti.

