1. Beberapa Undang-Undang penting yang Diundangkan & Diberlakukan di 2025
Berikut adalah beberapa UU di Republik Korea yang diundangkan dan diberlakukan pada tahun 2025. UU ini disahkan untuk menanggapi perubahan sosial dan kebutuhan administratif Republik Korea seperti pengembangan industri mutakhir nasional, tuntutan akan integrasi sosial, serta promosi pendidikan yang dapat dijadikan referensi di Indonesia.
A. Undang-Undang Dasar tentang Pengembangan Kecerdasan Buatan dan Pembentukan Dasar Kepercayaan (UU Nomor 20676, diundangkan 21 Januari 2025, mulai berlaku 22 Januari 2026)
a) Tujuan
Sebagai teknologi utama dari Revolusi Industri 4.0, kecerdasan buatan perlu dikembangkan dan didukung sebagai industri strategis nasional agar dapat menjadi fondasi baru bagi generasi masa depan Republik Korea dalam bidang ekonomi dan sosial. UU ini dibentuk guna menjadi dasar pembentukan sistem hukum dan kelembagaan yang diharapkan dapat mendorong pengembangan dan pertumbuhan kecerdasan buatan yang sistematis, serta menjamin etika dan membangun kepercayaan. Dengan adanya hal ini, industri kecerdasan buatan di Republik Korea diharapkan tidak hanya berkontribusi di masa depan negara dan kemajuan ekonomi, namun juga melindungi hak dan martabat warga negara serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
b) Poin-Poin Utama
- Menteri Sains dan Teknologi Informasi & Komunikasi (Ministry of Science and ICT) menyusun dan melaksanakan Rencana Dasar Kecerdasan Buatan guna mendorong pengembangan teknologi dan informasi serta memperkuat daya saing negara setiap tiga tahun sekali. Rencana Dasar ini disusun dan dilaksanakan setelah melewati proses pembahasan dan persetujuan dari Komite Nasional Kecerdasan Buatan yang berada di bawah Presiden. Rencana ini harus mencakup arah dasar kebijakan, pengembangan tenaga ahli, pembentukan dasar kepercayaan, dan hal-hal terkait lainnya.
- Menteri Sains dan Teknologi Informasi & Komunikasi (Ministry of Science and ICT) dapat menunjuk Pusat Kebijakan Kecerdasan Buatan untuk mengembangkan kebijakan terkait kecerdasan buatan serta merumuskan dan menyebarkan hukum internasional. Selain itu, Menteri juga dapat mengoperasikan Lembaga Penelitian Keamanan Kecerdasan Buatan untuk menjamin keamanan dari penggunaan kecerdasan buatan.
- UU ini menjadi dasar hukum untuk penyusunan kebijakan yang mendukung penelitian dan pengembangan, standarisasi, pengumpulan data pelatihan, serta penerapan dan pemanfaatan kecerdasan buatan guna mendorong perkembangan industri kecerdasan buatan. Selain itu, juga sebagai dasar untuk mendorong kebijakan terkait Pusat Data Kecerdasan Buatan dan memfasilitasi konvergensi kecerdasan buatan guna mendukung pengembangan inovatifnya. UU ini juga mengatur mengenai dukungan khusus bagi UMKM, penguatan kewirausahaan, dan pengembangan sumber daya manusia.
- Pemerintah dapat membentuk dan mengumumkan Prinsip Etika Kecerdasan Buatan yang mencerminkan aspek keamanan dan kepercayaan, aksebilitas, serta kontribusi terhadap kehidupan dan kesejahteraan manusia dalam rangka penyerbarluasan etika kecerdasan buatan. Menteri Sains dan Teknologi Informasi & Komunikasi (Ministry of Science and ICT) bertanggung jawab untuk menyusun langkah-langkah implementasi Prinsip Etika Kecerdasan Buatan serta melaksanakan publikasi, promosi, dan edukasinya.
B. Undang-Undang Inklusi Digital (UU Nomor 20672, diundangkan 21 Januari 2025, mulai berlaku 22 Januari 2026)
a) Tujuan
Tujuan UU ini adalah untuk mengatur hal-hal yang diperlukan dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan inklusi digital yang efektif. Hal ini berarti menciptakan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya yang seluruh anggota masyarakatnya dapat memanfaatkan teknologi yang mengimplementasikan pembelajaran, penalaran, dan pengambilan keputusan atau pengumpulan, analisis, dan proses data secara elektronik (selanjutnya disebut sebagai "Teknologi Informasi Cerdas") tanpa diskriminasi atau pengecualian. Dengan membentuk landasan bagi pengembangan industri dan teknologi terkait, hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas hidup individu, serta pertumbuhan industri dan negara menuju terwujudnya masyarakat digital yang baru.
b) Poin-Poin Utama
- Negara dan pemerintah daerah berkewajiban untuk merumuskan kebijakan yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat mampu mengakses & menggunakan layanan serta produk yang menyediakan layanan teknologi informasi cerdas dengan lancar.
- Selama proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan inklusi digital sebagaimana dimaksud di atas, negara dan pemerintah daerah wajib menyediakan mekanisme yang memungkinkan partisipasi luas dari para ahli swasta atau organisasi terkait dan juga mengumpulkan beragam pendapat dari masyarakat umum.
- Pihak yang memasang dan mengoperasikan kios informasi elektronik (kiosk) untuk memproses penerbitan dokumen, penyediaan informasi, pemesanan dan pembayaran produk sesuai dengan operasional pengguna, serta pihak yang memproduksi dan atau menyewakan kios informasi elektronik wajib melaksanakan hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan aksebilitas dan kemudahan penggunaan bagi kelompok masyarakat yang rentan atau kesulitan dalam memanfaatkan informasi digital.
C. Undang-Undang Khusus tentang Pendirian dan Pengelolaan Kampus Perkotaan (UU Nomor 20665, diundangkan 21 Januari 2025, berlaku mulai 22 Januari 2026)
a) Tujuan
Untuk mencapai tujuan pendidikan, pendirian sekolah pada dasarnya diwajibkan memenuhi persyaratan tertentu terkait gedung sekolah, lapangan olahraga, fasilitas dan ukuran sekolah, jarak tempuh siswa, dan sebagainya. Saat ini beberapa daerah mengalami penurunan jumlah siswa akibat rendahnya angka kelahiran, sementara di daerah lain, terutama daerah yang mengalami pembangunan apartemen berskala besar, jumlah penduduk melonjak. Perubahan jumlah siswa ini menyulitkan pembangunan sekolah baru yang memenuhi standar yang disebutkan di atas, terutama di kota-kota besar. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian ulang standar pendirian dan pengelolaan sekolah yang sudah ada. UU mengenai pendirian dan pengelolaan kampus perkotaan di kota ini dibentuk guna memperbaiki lingkungan pendidikan melalui peningkatan fleksibilitas dan keberagaman pengelolaan sekolah serta fasilitas pendidikan.
b) Poin-Poin Utama
- Untuk menanggapi perubahan sistem perjalanan ke sekolah dan jumlah peserta didik usia sekolah di kota dengan populasi 200.000 jiwa ke atas (termasuk yang ada di Kota Khusus, Kota Metropolitan, dan Kota Otonom Khusus), cabang sekolah negeri yang didirikan di kota tersebut ditetapkan sebagai "Kampus Perkotaan". Pemberlakuan UU ini diprioritaskan untuk pendirian dan pengolalaan Kampus Perkotaan tersebut.
- Kepala Dinas Pendidikan dapat mendirikan Kampus Perkotaan untuk menyelesaikan permasalahan seperti jarak perjalanan ke sekolah yang terlalu jauh atau kepadatan kelas yang berlebihan di kota yang bersangkutan jika diperlukan. Ketentuan mengenai standar pembangunan gedung sekolah dan lapangan olahraga untuk Kampus Perkotaan ini kemudian dapat diatur secara lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.
- Kampus Perkotaan didirikan dan dikelola dengan membaginya menjadi dua jenis; "Kampus Perkotaan Tipe Restrukturisasi" dibentuk dalam skala kecil untuk menanggapi penurunan jumlah peserta didik usia sekolah, dan "Kampus Perkotaan Tipe Baru" didirikan untuk mengatasi kepadatan sekolah akibat peningkatan jumlah peserta didik usia sekolah di wilayah tertentu, kebutuhan akan sekolah akibat proyek pembangunan kota, serta mengatasi jarak tempuh yang jauh dan memperbaiki akses perjalanan ke sekolah.
2. Pengenalan tentang Konstitusi Republik Korea (UUD Republik Korea)
Guna memahami sistem hukum Republik Korea, dinilai perlu untuk memperkenalkan Konstitusi Republik Korea yang mengatur mengenai prinsip-prinsip dasar dari sistem hukum tersebut, walaupun hanya secara singkat. Oleh karena itu, meskipun beberapa peraturan perundang-undangan sudah dikenalkan sebelumnya, bagian ini akan kembali menjelaskan secara garis besar mengenai Konstitusi Republik Korea untuk pemahaman yang lebih baik.
A. Latar Belakang Perumusan Konstitusi Pendirian Republik Korea
- Setelah Jepang, yang memicu terjadinya Perang Pasifik, menyatakan menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, pemerintahan militer Amerika Serikat dilaksanakan di Korea Selatan. Kemudian, berdasarkan Resolusi PBB pada tanggal 26 Februari 1948, diputuskan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dan membentuk pemerintahan di wilayah Korea yang memungkinkan (bagian Korea Selatan).
- Berdasarkan pemilihan umum yang diselenggarakan pada 10 Mei 1948, 298 anggota parlemen terpilih dan terbentuklah Majelis Konstituante Nasional. Pada tanggal 12 Juli di tahun yang sama, rancangan Konstitusi disahkan dan kemudian diumumkan pada tanggal 17 Juli.
B. Sejarah Singkat Amandemen Konstitusi Republik Korea
- Konstitusi Republik Korea yang ditetapkan pada tahun 1948 telah mengalami sembilan kali amandemen hingga saat ini. Berikut adalah ringkasan singkat mengenai perjalanan amandemen Konstitusi Republik Korea yang berfokus pada perubahan-perubahan utama.
- Pemilihan presiden pertama dimenangkan oleh Syngman Rhee, dan Konstitusi mengalami dua kali amandemen selama masa pemerintahannya. Lalu, adanya kecurangan pemilu pada 15 Maret 1960 memantik gerakan perlawanan rakyat yang dipimpin oleh para pelajar. Diikuti dengan Presiden Syngman Rhee yang mengundurkan diri, rancangan amandemen ketiga Konstitusi yang mengusung sistem pemerintahan parlementer disetujui secara mayoritas di Majelis Nasional pada tanggal 15 Juni.
- Rezim Park Chung-hee, yang naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta 16 Mei 1961 lalu mengesahkan amandemen Konstitusi kelima melalui referendum nasional yang menetapkan sistem presidensial. Amandemen ini berlaku mulai 17 Desember 1963.
- Untuk memungkinkan masa jabatan ketiga Presiden Park Chung-hee, dilakukan amandemen Konstitusi keenam pada 21 Oktober 1969. Setelah itu, demi memperpanjang kekuasaannya, Presiden Park Chung-hee memberlakukan Konstitusi Yusin yang dianggap otoriter dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional. Konstitusi Yusin ini diumumkan sebagai amandemen Konstitusi ketujuh pada 27 Desember 1972.
- Setelahnya, pada tahap opresi dalam Gerakan Demokratisasi Republik Korea, Presiden Park Chung-hee tewas dibunuh di tahun 1979. Melalui serangkaian peristiwa yang dimulai dengan kudeta militer pada 12 Desember di tahun yang sama, Chun Doo-hwan naik ke tampuk kekuasaan. Chun Doo-hwan memberlakukan amandemen Konstitusi kedelapan yang otoriter, dengan sistem masa jabatan tunggal presiden selama tujuh tahun dan sistem pemilihan tidak langsung. Amandemen Konstitusi ini mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober 1980.
- Kemenangan Protes Rakyat Juni (June Democratic Struggle/June Uprising) pada tahun 1987 mengakhiri rezim Chun Doo-hwan. Melalui kesepakatan antara pemerintah dan oposisi, amandemen Konstitusi kesembilan disusun untuk memulihkan prinsip-prinsip konstitusional. Amandemen ini diumumkan pada 29 Oktober di tahun yang sama, dan Konstitusi yang baru ini berlaku mulai 25 Februari 1988. Konstitusi inilah yang saat ini berlaku sebagai Konstitusi Republik Korea.
B. Poin-Poin Utama dari Konstitusi Republik Korea yang Berlaku Saat Ini
Konstitusi Republik Korea yang berlaku saat ini merupakan hasil amandemen Konstitusi yang kesembilan. Amandemen ini memulihkan prinsip-prinsip konstitusional dan menghapus sifat otoriter yang termuat di Konstitusi Yusin dan Amandemen Konstitusi Kelima. Berikut adalah isi pokok dari Konstitusi Republik Korea yang berlaku saat ini:
- Di pembukaan, disebutkan secara tegas bahwa konstitusi mewarisi legitimasi hukum dari Pemerintahan Sementara Republik Korea (Korean Provisional Government), dan dalam bagian Ketentuan Umum menegaskan mengenai prinsip netralitas politik militer (Angkatan Bersenjata Republik Korea).
- Pada pasal-pasal yang mengatur tentang hak-hak dasar, ditambahkan ketentuan mengenai prosedur hukum yang benar dan adil (due process of law) dan hak korban kejahatan untuk mendapatkan bantuan. Ditegaskan pula mengenai pemberian izin dan larangan pembatasan terkait kebebasan pers, penerbitan, berkumpul, dan berserikat. Konstitusi ini juga dilengkapi dengan ketentuan mengenai hak-hak sosial seperti penerapan sistem upah minimum dan peningkatan kesejahteraan bagi lansia dan remaja.
- Meskipun tetap menganut sistem presidensial sebagai dasar, konstitusi ini menggabungkan unsur-unsur dari sistem parlementer seperti hak parlemen untuk mengusulkan pemecatan Perdana Menteri dan Menteri.
- Sistem pemilihan langsung presiden dengan masa jabatan lima tahun tanpa kemungkinan untuk menjabat kembali ditetapkan. Hak presiden untuk membubarkan parlemen dan kewenangan untuk mengambil tindakan darurat dihapuskan, serta kewenangan untuk mengeluarkan peraturan darurat diatur.
- Kekuasaan parlemen diperkuat dengan menghidupkan kembali hak audit pemerintahan, menetapkan bahwa pengangkatan Hakim Agung harus mendapat persetujuan parlemen, dan membentuk Mahkamah Konstitusi yang mengadopsi sistem pengajuan permohonan konstitusional (Constitutional Complaint).
2. Asas Konstitusional sebagai Pedoman dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
A. Asas Konstitusional terkait Substansi Materi dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(1) Asas Proporsionalitas (Larangan Bertindak Berlebihan)
- Asas ini menyatakan keharusan adanya hubungan proporsional yang wajar antara tujuan yang ingin dicapai melalui pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan dengan langkah-langkah atau kebijakan yang dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut.
- Pelanggaran atas asas ini dinilai berdasarkan kriteria-kriteria berikut; legitimasi dari tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan, kesesuaian metode yang digunakan, kerugian seminimum mungkin, dan keseimbangan antara kepentingan publik yang ingin dilindungi dan kepentingan pribadi yang terdampak dari pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut.
(2) Asas Kesetaraan
- Bahwa materi dan penerapan peraturan perundang-undangan tidak boleh membedakan warga negara tanpa alasan yang masuk akal.
(3) Asas Perlindungan Kepercayaan (Larangan Retroaktif)
- Asas yang menyatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan berlaku surut yang bersifat merugikan dilarang karena bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menjunjung stabilitas dan prediktabilitas hukum.
(4) Asas Prosedur Hukum yang Benar dan Adil (Due Process of Law)
- Asas ini menyatakan bahwa semua tindakan formil dan materiil negara dalam bidang legislatif, yudikatif, maupun eksekutif harus dilaksanakan berdasarkan hukum yang sah serta dilakukan melalui prosedur yang adil dan benar.
(5) Asas Larangan terhadap Jaminan yang Telalu Minim
- Karena hak-hak sosial dasar tidak bisa langsung direalisasikan hanya dengan ketentuan di Konstitusi, maka peraturan perundang-undangan harus secara konkret menjelaskan mengenai syarat pemberian hak, cakupan penerima manfaat, besaran, dan hal-hal terkait. Asas ini menyatakan bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, perancang peraturan menjamin bahwa standar yang ditentukan tersebut rasional, sesuai dengan hasil dari pertimbangan kondisi sosial-ekonomi seperti tingkat pendapatan umum masyarakat, kemampuan fiskal negara, dan faktor relevan lainnya.
B. Asas Konstitusional terkait Format Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(1) Asas Kejelasan
- Asas ini menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah dasar dari pelaksanaan administrasi negara dan tindakan yudikatif, maka perumusannya harus dilakukan secara jelas dengan istilah yang tidak menimbulkan ambiguitas.
(2) Asas Larangan Pendelegasian yang Menyeluruh
- Asas yang menyatakan bahwa sebuah UU tidak boleh mendelegasikan kewenangan pembentukan peraturan secara umum dan menyeluruh kepada sebuah lembaga administratif tanpa menentukan batasan mengenai substansi dan ruang lingkupnya. Artinya, UU harus menentukan secara konkret dan jelas substansi pokok dan ruang lingkup dari pendelegasian tersebut, sehingga isi dari peraturan pelaksana (Peraturan Presiden, Peraturan Perdana Menteri dan Menteri, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nasional, dll) dapat diperkirakan oleh setiap orang hanya dengan membaca UU di atasnya.
(3) Asas Reservasi Parlemen
- Asas yang menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan tentang hal-hal mendasar yang memiliki arti fundamental bagi warga negara, terutama hal yang terkait hak dan kewajiban dasar warga negara harus dibuat langsung oleh lembaga legislatif (parlemen) sebagai perwakilan rakyat.
(4) Asas Legalitas dalam Hukum Pidana (No Penalty Without Law)
- Asas ini menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dipidana jika sudah ada UU yang menyebut tindakan tersebut sebagai tindakan pidana dan mengatur hukuman pidananya. Hal ini menjamin kepastian hukum dengan membantu warga negara memprediksi tindakan-tindakan yang akan dikenai pidana serta mencegah kesewenang-wenangan negara dan melindungi hak-hak dan kebebasan individu.
(5) Asas Legalitas dalam Perpajakan (No Taxation Without Law)
- Asas ini menyatakan bahwa jika tidak ada UU yang mendasari, negara tidak dapat mengenai dan memungut pajak, warga negara juga tidak diwajibkan membayar pajak tersebut. Dengan syarat dan tata cara pemungutan pajak yang harus diatur dengan jelas dalam UU, asas ini menjamin hak atas kepemilikan atau hak milik warga negara serta memberikan kepastian dan prediktibilitas hukum dalam kehidupan masyarakat.
* Untuk informasi lebih lanjut mengenai Undang-Undang diatas atau contoh-contoh legislasi lainnya di Republik Korea, Anda dapat menghubungi Konsultan Hukum Sim Hyunjurng atau Penerjemah Eviana Kusdwianti.

