1. Beberapa Undang-Undang Penting yang Diundangkan & Diberlakukan di 2025
Berikut adalah beberapa undang-undang di Republik Korea yang diundangkan dan diberlakukan pada tahun 2025, yang dapat dijadikan referensi bagi Indonesia. Undang-undang ini disahkan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas.
A. Amandemen Sebagian terhadap Undang-Undang tentang Pensiun Nasional (UU No. 20903, diundangkan 2 April 2025, berlaku mulai 1 Januari 2026)
a) Tujuan
UU tentang Pensiun Nasional ini diamandemen untuk memperbaiki berbagai kelemahan yang selama ini disorot dalam sistem Pensiun Nasional. Beberapa kelemahan tersebut diantaranya:
- perkiraan bahwa Dana Pensiun Nasional yang dihimpun dari iuran asuransi pensiun peserta akan habis sekitar tahun 2055 akibat perubahan struktur demografi dan kondisi ekonomi;
- rata-rata uang pensiun bulanan sekitar 650.000 KRW (per Oktober 2024) yang dinilai belum cukup untuk menopang kehidupan layak di masa tua;
- kompensasi berupa penambahan masa kepesertaan bagi warga yang menjalani wajib militer atau melahirkan anak—yang diperkenalkan pada tahun 2007—dianggap belum setara dengan hilangnya masa kepesertaan akibat wajib militer atau masa persalinan.
b) Poin-Poin Utama
- Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem Pensiun Nasional, ketentuan mengenai kewajiban negara yang sebelumnya hanya menyatakan bahwa “Negara harus menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan agar manfaat pensiun dibayarkan secara stabil dan berkelanjutan” diubah menjadi ketentuan yang menegaskan bahwa negara “menjamin pembayaran manfaat pensiun secara stabil dan berkelanjutan.” Perubahan ini memperkuat kewajiban negara dalam menjamin pembayaran pensiun.
- Bagi peserta Pensiun Nasional yang telah menjalani wajib militer, ketika menerima hak atas pensiun lansia (manfaat Pensiun Nasional yang diberikan kepada peserta yang berusia di atas 65 tahun dengan masa iur minimal 10 tahun), ketentuan yang sebelumnya mengakui 6 bulan masa wajib militer sebagai masa iur akan diubah menjadi mengakui 12 bulan masa wajib militer sebagai masa iur Pensiun Nasional.
- Bagi peserta Pensiun Nasional yang memiliki anak, ketika memperoleh hak atas pensiun lansia, akan diberikan tambahan masa iur sebagai berikut: 12 bulan untuk setiap anak jika memiliki dua anak atau kurang, dan 18 bulan tambahan untuk setiap anak berikutnya jika memiliki tiga anak atau lebih. Tambahan masa iur ini akan dihitung sebagai bagian dari masa kepesertaan Pensiun Nasional.
- Di tahun 2025, Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP/Replacement Rate; persentase penerimaan manfaat pensiun dibandingkan dengan pendapatan sebelum pensiun) dari tunjangan Pensiun Nasional ditetapkan sebesar 41,5%. Rencana sebelumnya untuk menurunkan TPP sebesar 0,5% per tahun hingga mencapai 40% pada tahun 2028 dihentikan. Sebagai gantinya, ditetapkan kebijakan baru untuk meningkatkan TPP menjadi 43% guna menjamin manfaat pensiun yang lebih memadai bagi peserta di masa depan.
- Jika tarif iuran dan manfaat Pensiun Nasional saat ini tetap dipertahankan, dana Pensiun Nasional diperkirakan akan habis sekitar tahun 2055 karena perubahan struktur demografis dan kondisi ekonomi. Oleh karena itu, untuk menjamin keberlanjutan sistem Pensiun Nasional, tarif iuran akan dinaikkan dari 9% dari penghasilan bulanan (gaji tetap yang dibayarkan pemberi kerja kepada pekerja) menjadi 13%.
B. Undang-Undang tentang Pembangunan dan Dukungan Akselerator Partikel Skala Besar (UU No. 20791, diundangkan 18 Maret 2025, berlaku mulai 19 September 2025)
a) Tujuan
Dengan hadirnya Revolusi Industri Keempat dan semakin sengitnya persaingan supremasi teknologi antara negara-negara besar, Republik Korea juga perlu memperkuat daya saing nasional di bidang sains dan teknologi melalui dukungan yang kuat di lingkungan penelitian dan pengembangan. Undang-undang ini mengatur hal-hal yang diperlukan untuk membangun akselerator skala besar bertaraf internasional (perangkat berskala tertentu yang mempercepat partikel-partikel seperti sinkrotron dan proton mendekati kecepatan cahaya dan mengadukannya untuk menganalisis struktur materi) secara sistematis. Melalui undang-undang ini, diharapkan teknologi terkait akselerator skala besar dapat berkembang dan berkontribusi untuk peningkatan daya saing nasional.
b) Poin-Poin Utama
- Negara dan pemerintah daerah dapat memberikan pendanaan kepada lembaga pengelola akselerator skala besar terkait guna kelancaran pembangunan dan dukungan terhadap akselarator tersebut. Selain itu, negara & pemerintah daerah juga menetapkan dan melaksanakan kebijakan terkait pengembangan dan pengelolaan tenaga ahli.
- Jika lembaga pengelola akselerator skala besar terkait menggunakan lahan atau fasilitas yang dimiliki oleh negara atau pemerintah daerah, biaya penggunaan atau sewa dapat diberikan keringanan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden. Selain itu, proyek-proyek seperti kerja sama internasional, penelitian bersama antara industri, akademisi, dan lembaga penelitian juga dapat menerima dukungan.
- Negara dan pemerintah daerah dapat mengizinkan lembaga pengelola akselerator skala besar untuk menggunakan atau memanfaatkan aset negara dan atau aset bersama sesuai dengan kontrak yang disetujui, dan juga memungkinkan penyewaan atau penjualan aset tersebut.
- Menteri Sains dan Teknologi Informasi & Komunikasi (Ministry of Science and ICT) dapat memberikan dukungan biaya yang diperlukan untuk pembangunan dan pengoperasian akselerator kepada lembaga terkait akselerator skala besar.
C. Undang-Undang tentang Dukungan Hidup Mandiri dan Peralihan Tempat Tinggal bagi Penyandang Disabilitas (UU No. 20818, diundangkan 18 Maret 2025, berlaku mulai 19 Maret 2027)
a) Tujuan
Undang-undang ini bertujuan untuk menciptakan sebuah dasar yang diperlukan agar penyandang disabilitas dapat hidup secara mandiri di masyarakat, mendukung peralihan tempat tinggal mereka, serta menjamin kehidupan bermartabat dan turut mewujudkan integrasi sosial yang utuh.
b) Poin-Poin Utama
- Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial wajib menyusun dan melaksanakan Rencana Dasar Dukungan untuk Kehidupan Mandiri Penyandang Disabilitas di Masyarakat setiap 5 tahun sekali. Sebagai dasar penyusunan rencana tersebut, dilakukan survei mengenai situasi terkini dan kondisi aktual dari dukungan hidup mandiri ini setiap 3 tahun sekali yang hasilnya dipublikasikan secara luas.
- Walikota daerah khusus, gubernur provinsi khusus, walikota, bupati, atau kepala distrik otonom (setingkat camat di Indonesia) bertanggung jawab melakukan survei komprehensif untuk menentukan kelayakan penerima dukungan, jenis bantuan yang diperlukan, dan hal terkait lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, kepala daerah memilih penerima dan memberikan dukungan tambahan sesuai rencana dukungan kehidupan mandiri masing-masing, seperti tambahan tunjangan aktivitas (tunjangan yang diberikan kepada penyandang disabilitas berupa dukungan langsung berupa pendamping atau bantuan uang di Korea, mirip dengan program ATENSI di Indonesia), bantuan biaya penyesuaian tempat tinggal, dukungan perlindungan kesehatan, koordinasi rehabilitasi dan pengembangan, serta penyediaan rumah bagi penyandang disabilitas.
- Kepala fasilitas hunian penyandang disabilitas (fasilitas hunian khusus bagi penyandang disabilitas yang kesulitan untuk hidup normal yang menyediakan tempat tinggal dan bantuan terkait di Korea) wajib bekerja sama untuk mendukung transisi tempat tinggal bagi penyandang disabilitas yang ditetapkan sebagai penerima dukungan hidup mandiri, agar mereka dapat menjalani kehidupan yang stabil di hunian disabilitas (mirip seperti Unit Hunian Khusus Disabilitas) atau di kediaman pribadi. Negara dan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan administratif dan keuangan yang diperlukan untuk mendukung kerja sama tersebut.
2. Pengenalan tentang UU tentang Majelis Nasional/National Assembly
A. Pembukaan
Dalam berita legislasi sebelumnya (nomor 6), telah dibahas tentang lembaga pemerintahan yang didirikan berdasarkan Konstitusi Republik Korea secara singkat, yang mana dalam Konstitusi sebelum amandemen maupun Konstitusi yang berlaku saat ini secara tegas menyatakan bahwa kekuasaan legislatif adalah wewenang eksklusif Majelis Nasional. Dasar hukum organisasi dan tata cara pelaksanaan kekuasaan legislatif ini adalah Undang-Undang tentang Majelis Nasional.
B. Susunan Keseluruhan dan Poin-Poin Utama UU tentang Majelis Nasional
Undang-Undang tentang Majelis Nasional yang berlaku saat ini dibagi ke dalam 16 bab, terdiri dari Pasal 1 hingga Pasal 169. Pokok-pokok isinya adalah sebagai berikut:
- Bab 1 Ketentuan Umum; mengatur mengenai sidang reguler dan sidang luar biasa serta ketentuan mengenai pemberitahuan rencana tahunan pengajuan rancangan undang-undang dari pemerintah kepada Majelis Nasional.
- Bab 2 dan Bab 3 memuat ketentuan mengenai masa sidang Majelis Nasional, ketentuan mengenai Ketua dan Wakil Ketua sebagai alat kelengkapan Majelis Nasional, serta ketentuan mengenai pembentukan Sekretariat Jenderal Majelis Nasional, Perpustakaan Majelis Nasional, Badan Anggaran Majelis Nasional, Lembaga Riset Legislatif Majelis Nasional, dan pendirian Gedung Majelis Nasional di Kota Sejong.
- Bab 4 dan Bab 4-2 memuat ketentuan mengenai penangkapan dan pembebasan anggota, larangan merangkap jabatan, serta pencegahan konflik kepentingan.
- Bab 5 hingga Bab 7 memuat ketentuan mengenai pengelolaan fraksi, komisi tetap, dan komisi khusus, serta pengelolaan rapat sidang dan pencatatan risalah rapat sidang.
- Bab 8 hingga Bab 10 memuat ketentuan mengenai kehadiran dan penyampaian pendapat Perdana Menteri dan anggota kabinet lainnya, pengajuan petisi, pemeriksaan dan penyelidikan urusan negara, serta penelaahan laporan pertanggungjawaban anggaran.
- Bab 11 memuat ketentuan mengenai proses pemakzulan sesuai ketentuan Konstitusi terhadap Presiden, Perdana Menteri, anggota kabinet, kepala kementerian, hakim Mahkamah Konstitusi, hakim, dan pejabat publik lainnya sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.
- Bab 12 hingga Bab 16 memuat ketentuan mengenai pengunduran diri, pemberhentian, dan kekosongan anggota Majelis Nasional, uji kelayakan anggota, pemeliharaan ketertiban dan keamanan di dalam Majelis, pemberian sanksi disipliner terhadap anggota, serta pembentukan Peraturan Majelis Nasional.
2. Legislatif di Republik Korea
A. Makna "Kekuasaan Legislatif" menurut Pasal 40 Konstitusi Republik Korea
- Sejak Konstitusi pertama hingga Konstitusi yang berlaku saat ini, Republik Korea menganut prinsip pemisahan kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif yang membentuk kebijakan, kekuasaan eksekutif yang melaksanakan kebijakan, dan kekuasaan yudikatif yang menilai keabsahan hasil pelaksanaan. Masing-masing kekuasaan tersebut dipegang oleh lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
- Pasal 40 Konstitusi Republik Korea yang berlaku saat ini menyatakan bahwa “Kekuasaan legislatif berada di tangan Majelis Nasional.” Dalam hal ini, yang dimaksud dengan “kekuasaan legislatif” adalah wewenang untuk membentuk peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang. Oleh karena itu, penafsiran dari ketentuan ini umumnya menjelaskan bahwa wewenang untuk membentuk undang-undang secara eksklusif berada di tangan Majelis Nasional.
B. Bentuk Legislasi dan Badan Legislatif
- Berdasarkan Pasal 40 Konstitusi Republik Korea, apabila bentuk legislasi adalah undang-undang, maka wewenang tersebut secara eksklusif berada di tangan Majelis Nasional. Namun, berbeda dengan sistem presidensial konvensional seperti Amerika Serikat, Konstitusi Republik Korea mengakui hak pemerintah untuk mengajukan rancangan undang-undang (Pasal 51) dan juga hak inisiatif Presiden dalam hal amandemen konstitusi juga diakui (Pasal 128).
- Sementara itu, jika bentuk legislasi bukan berupa undang-undang, konstitusi mengakui kewenangan pembentukan peraturan tidak hanya berada di tangan Majelis Nasional, tetapi juga di tangan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Pemilihan Umum Nasional.
- Selain itu, Konstitusi memberikan wewenang kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Presiden tentang hal-hal yang didelegasikan oleh undang-undang dalam ruang lingkup yang secara spesifik ditentukan dan diperlukan untuk pelaksanaan undang-undang (Pasal 75). Pasal 76 Konstitusi juga mengakui kewenangan Presiden dalam keadaan darurat, yaitu kewenangan untuk mengeluarkan tindakan dan perintah terkait keuangan dan ekonomi yang mendesak serta peraturan darurat lainnya (mirip seperti hak Presiden untuk membentuk PERPPU dalam keadaan darurat di Indonesia).
- Selain itu, Pasal 95 konstitusi mengakui kewenangan Perdana Menteri dan kepala kementerian untuk menetapkan Peraturan Perdana Menteri dan Peraturan Menteri, baik berdasarkan delegasi undang-undang ataupun atas kewenangan sendiri.
- Kesimpulannya, apabila melihat fungsi legislasi Republik Korea sebagai sebuah negara dalam kaitannya dengan pembentukan dan pelaksanaan kebijakan yang secara langsung memengaruhi kehidupan rakyat, hal ini dapat dibagi secara umum menjadi:
- wewenang Majelis Nasional untuk membentuk rancangan undang-undang
- wewenang pemerintah untuk mengajukan rancangan undang-undang serta menetapkan dan mengubah peraturan di bawah undang-undang (peraturan presiden, peraturan perdana menteri, dan peraturan menteri).
- Mengenai legislasi oleh Majelis Nasional yang disebut di poin i, meskipun terdapat ketentuan Pasal 40 Konstitusi yang sudah dijelaskan di atas, karakteristik khusus dan teknis dari isi kebijakan di masyarakat modern, diikuti dengan karakteristik khusus dan teknis dari legislasi terkait tidak dapat terlepas dari keterbatasan badan legislatif yang kurang memiliki keahlian dalam pelaksanaan. Oleh karena itu, secara riil, terdapat ketergantungan yang signifikan pada keahlian badan eksekutif. Dalam banyak kasus, rancangan undang-undang yang diinisiasi oleh anggota Majelis Nasional disusun dengan meminta bantuan kementerian terkait atau bergantung pada rancangan undang-undang yang diajukan oleh pemerintah. Salah satu cara lain untuk mengatasi kekurangan keahlian badan legislatif adalah dengan cara mendelegasikan bagian penting dari undang-undang secara luas ke peraturan pelaksana seperti peraturan presiden atau peraturan perdana menteri dan peraturan menteri.
- Dalam proses legislasi oleh Majelis Nasional yang ada di poin i, terkadang Majelis meminta pendapat pemerintah mengenai isu-isu yang kontroversial. Namun, tanpa disadari sepenuhnya oleh pemerintah, dapat muncul perbedaan pendapat antar kementerian atau hal-hal yang tidak rasional atau sulit dilaksanakan. Untuk mencegah legislasi mengenai hal-hal tersebut, Kementerian Legislasi dan kementerian terkait sering melakukan pemantauan terhadap proses ini.
- UU tentang Majelis Nasional menetapkan dasar hukum organisasi, tata cara atau prosedur legislasi dan hal terkait lainnya untuk legislasi yang dimaksud pada poin i.
- Mengenai legislasi pemerintah yang disebut di poin ii, rancangan undang-undang, rancangan peraturan presiden, dan rancangan peraturan perdana menteri atau menteri yang diajukan ke Majelis Nasional disusun oleh kementerian terkait. Rancangan tersebut melewati berbagai prosedur seperti konsultasi dengan instansi terkait, pengumuman rancangan perundang-undangan kepada publik, peninjauan regulasi, dan prosedur lainnya sesuai dengan UU tentang Prosedur Administrasi dan Peraturan tentang Pelaksanaan Urusan Legislasi (Peraturan Presiden), sebelum diajukan ke Kementerian Legislasi untuk ditinjau.
- Rancangan undang-undang yang diajukan untuk peninjauan diperiksa oleh Kementerian Legislasi, kemudian dibahas dalam Rapat Wakil Menteri dan Rapat Kabinet, setelah itu mendapatkan persetujuan Presiden sebelum diajukan ke Majelis Nasional. Setelah rancangan undang-undang disahkan oleh Majelis Nasional, Menteri Legislasi mengajukannya ke Kabinet untuk diundangkan atau untuk pertimbangan pelaksanaan hak veto, lalu memperoleh persetujuan Presiden sebagai proses terakhir. Rancangan peraturan presiden disahkan melalui prosedur yang sama dengan undang-undang, kecuali pengajuan ke Majelis Nasional dalam prosesnya. Rancangan peraturan perdana menteri dan peraturan menteri disusun oleh kementerian terkait, yang dilanjutkan dengan konsultasi bersama instansi terkait dan prosedur lainnya sebelum akhirnya ditinjau oleh Kementerian Legislasi. Peraturan ini kemudian diundangkan oleh kementerian yang berwenang dalam lembaran Negara sesuai prosedur yang berlaku.
- Semua peraturan perundang-undangan harus diumumkan dalam lembaran negara agar dianggap berlaku. Pengundangan peraturan perundang-undangan diatur oleh Undang-Undang tentang Pengundangan Peraturan Perundang-undangan, dan prosedur legislasi pemerintah yang dimaksud di poin ii diatur oleh Undang-Undang tentang Prosedur Administrasi serta Peraturan tentang Pelaksanaan Urusan Legislasi.
* Untuk informasi lebih lanjut mengenai Undang-Undang diatas atau contoh-contoh legislasi lainnya di Republik Korea, Anda dapat menghubungi Konsultan Hukum Sim Hyunjurng atau Penerjemah Eviana Kusdwianti.

