Jakarta – Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan, bagian dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP), turut serta dalam rapat pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) yang digelar secara hibrid pada Selasa (15/07). Rapat ini dibuka oleh Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan I, Hernadi.
Forum strategis ini turut dihadiri oleh berbagai instansi, seperti Kementerian Komunikasi dan Digital, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kementerian Pertahanan, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Kementerian Hukum.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah perlunya perumusan ulang mengenai standar Keamanan Rantai Pasokan, terutama terhadap pihak ketiga sebagai pemasok. Para peserta menilai, perlu ada penegasan standar yang mencakup seluruh proses—mulai dari perancangan, pengadaan, produksi, distribusi, hingga pembangunan infrastruktur informasi, IIK (Infrastruktur Informasi Kritis), dan PDED (Pengelolaan Data dan Elektronik Dasar).
Selain itu, diskusi juga menyoroti pentingnya kejelasan dalam kegiatan berbagi informasi, baik dari segi substansi maupun kontennya, yang dinilai masih memerlukan perumusan yang lebih spesifik. Tak kalah penting, para peserta menilai bahwa struktur kelembagaan dalam RUU KKS masih menyisakan kerancuan mengenai siapa pelaksana utama dalam kegiatan ketahanan dan pertahanan siber.
Dalam konteks kerja sama internasional, pembahasan mengerucut pada kebutuhan mendesak untuk menetapkan pihak yang berwenang dalam menjalin dan melaksanakan kerja sama tersebut, agar koordinasi lintas-negara dapat berjalan efektif dan tidak tumpang tindih.
Untuk menyempurnakan pembahasan, Rapat Pengharmonisasian dijadwalkan kembali dengan fokus pada isu-isu krusial seperti partisipasi masyarakat, penyidikan, dan ketentuan larangan dalam RUU KKS.