
Jakarta – Sebagai bentuk dukungan terhadap percepatan layanan jaminan produk halal, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) melalui Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan II (HPP II) menyelenggarakan Rapat Lanjutan Harmonisasi Rancangan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, pada Rabu (29/10).
Rapat yang dilaksanakan secara hibrid di Ruang Rapat Kantor BPJPH ini dibuka oleh Yulanto Araya, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya, didampingi Sopiani, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait, antara lain BPJPH, Kementerian Agama, serta Kementerian Hukum.
Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam memenuhi kewajiban sertifikasi halal sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 98 ayat (10), Pasal 101, dan Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024.
Peraturan ini akan memperkuat sistem jaminan produk halal di Indonesia. Produk halal sendiri merupakan barang dan/atau jasa yang telah dinyatakan sesuai dengan syariat Islam, meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sesuai ketentuan, seluruh produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Sertifikat tersebut diterbitkan oleh BPJPH setelah pelaku UMK menyampaikan pernyataan halal yang kemudian diteruskan kepada Komite Fatwa Produk Halal.
Sebagai bentuk keberpihakan terhadap pelaku usaha kecil, permohonan sertifikat halal bagi UMK tidak dikenai biaya. Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap semakin banyak pelaku usaha kecil yang terdorong untuk melakukan sertifikasi halal, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar domestik maupun global.


