
Jakarta – Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) melalui Direktorat Litigasi dan Nonlitigasi Peraturan Perundang-undangan, bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait, menggelar Rapat Persiapan Penyusunan Keterangan Presiden dalam perkara Nomor 173/PUU-XXIII/2025 mengenai Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, pada Selasa (28/10).
Rapat yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting ini dibuka oleh Kepala Biro Hukum, dan dihadiri oleh Plt. Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan beserta jajaran. Selain itu hadir pula perwakilan dari Tim Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Bagian Fasilitasi dan Advokasi Hukum, Biro Hukum Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam rapat tersebut, dibahas langkah strategis dalam penyusunan Keterangan Presiden yang akan disampaikan pada sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang dijadwalkan pada 5 November 2025. Mengingat waktu yang terbatas, peserta rapat menilai perlu diajukan permohonan penundaan jadwal penyampaian agar dokumen yang disusun dapat bersifat komprehensif, akurat, dan bebas dari kekeliruan, sembari tetap memaksimalkan proses penyusunan dalam pekan berjalan.
Selain itu, rapat juga menyoroti pentingnya melibatkan Kementerian Luar Negeri untuk memberikan penjelasan teknis terkait norma-norma yang bersinggungan dengan perjanjian internasional, termasuk konteks diplomatik, posisi negara, dan potensi implikasi hukum internasional.
Peserta rapat turut menekankan perlunya analisis mendalam terhadap tujuan normatif pasal yang diuji, serta evaluasi konsekuensi hukum apabila permohonan pengujian dikabulkan, baik dari sisi implementasi administratif, kepatuhan terhadap komitmen internasional, maupun dampak sosial-ekonomi.
Dalam pembahasan, muncul pula pandangan mengenai keseimbangan antara dua paradigma utama hukum, yakni kepastian hukum dan kebermanfaatan hukum. Ditekankan bahwa meskipun hukum harus memberikan manfaat bagi masyarakat luas, prinsip kepastian hukum tidak boleh diabaikan karena menjadi dasar prediktabilitas dan perlindungan hak warga negara.
Lebih lanjut, peserta juga menyoroti potensi perluasan tafsir terhadap ketentuan penggunaan Bahasa Indonesia, terutama apabila sanksi dalam pasal yang diuji diperluas hingga mencakup penggunaan bahasa di ruang publik.
Sebagai tindak lanjut, rapat menyepakati untuk segera melakukan penyusunan lanjutan Keterangan Presiden dengan melibatkan unsur teknis dan analitis lintas kementerian agar keterangan yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi dapat merepresentasikan pandangan pemerintah secara utuh dan terukur.

