Jakarta – Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) melalui Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan berpartisipasi dalam rapat pemaparan hasil gap analysis antara Konvensi Anti-Penyuapan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dengan peraturan perundang-undangan Indonesia pada Selasa, 11 Maret 2025. Rapat yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini bertempat di Ruang Auditorium Lt. 16, Gedung Merah Putih KPK dan dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kementerian, lembaga negara, serta aparat penegak hukum.
Pertemuan ini menyoroti lima aspek utama dalam gap analysis antara regulasi Indonesia dan Konvensi Anti-Penyuapan OECD. Pembahasan mencakup pertanggungjawaban pidana dalam kasus suap asing, ketentuan hukum pidana terkait tindak suap lintas negara, serta cakupan subjek hukum yang dapat dikenai sanksi atas praktik suap asing. Selain itu, dibahas pula yurisdiksi hukum Indonesia dalam menangani kasus suap lintas negara serta larangan pengurangan pajak terhadap suap yang diterima pejabat publik asing. Analisis ini menjadi langkah strategis dalam mengidentifikasi potensi penyempurnaan regulasi guna memperkuat upaya pemberantasan korupsi sesuai standar internasional.
Diskusi yang berlangsung selama dua setengah jam ini membahas kesesuaian regulasi nasional dengan ketentuan dalam Konvensi OECD serta tantangan dalam mengadopsi rekomendasi tersebut ke dalam sistem hukum Indonesia. Perwakilan kementerian dan lembaga menyampaikan berbagai perspektif terkait implementasi aturan yang sejalan dengan standar internasional, sementara perwakilan OECD, Marion Barraclough, menekankan pentingnya harmonisasi regulasi guna memperkuat kredibilitas Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsi di tingkat global.
Rapat ini merupakan bagian akhir dari serangkaian diskusi gap analysis yang telah dilakukan sebelumnya. OECD telah melakukan kajian mendalam mengenai regulasi anti-penyuapan di Indonesia dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Hasil dari pertemuan ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan regulasi yang lebih efektif dalam mencegah serta menindak kasus suap lintas negara.
Dengan adanya evaluasi ini, Indonesia menunjukkan komitmennya dalam memperkuat sistem hukum guna memerangi praktik suap internasional. Langkah selanjutnya adalah merumuskan strategi implementasi rekomendasi OECD sehingga peraturan yang berlaku tidak hanya sesuai dengan standar internasional tetapi juga mampu diterapkan secara efektif di dalam negeri.