Jakarta — Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) melalui Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan kembali melaksanakan rapat Panitia Antarkementerian (PAK) secara virtual pada Selasa (3/6). Rapat kali ini membahas lanjutan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Pidana Seumur Hidup dan Pidana Mati.
Rapat dibuka oleh Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Roberia, dan diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan dari lintas kementerian dan lembaga. Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan dari Mahkamah Agung, Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Kementerian Sekretariat Negara, Kejaksaan RI, Kepolisian RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kementerian Imigrasi Dan Pemasyarakatan, Kementerian Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Hukum. Turut hadir pula para ahli hukum seperti Harkristuti Harkrisnowo dan Albert Aries, serta perwakilan dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Dalam rapat tersebut, peserta membahas secara rinci mekanisme perubahan pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup, termasuk syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh narapidana. Salah satu ketentuan utama adalah bahwa narapidana yang dijatuhi pidana mati dapat mengajukan perubahan hukuman apabila telah mengajukan grasi kepada Presiden dan permohonannya ditolak. Selain itu, pidana mati tidak boleh dilaksanakan selama kurun waktu 10 tahun setelah grasi ditolak—dengan catatan bahwa selama periode tersebut narapidana tidak melarikan diri.
Pengaturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum sekaligus menjadi wujud dari pendekatan hukum yang lebih manusiawi dalam sistem pemidanaan Indonesia. Rapat ini merupakan bagian dari proses harmonisasi kebijakan pemidanaan nasional yang melibatkan berbagai perspektif hukum, HAM, dan penegakan hukum, guna memastikan bahwa regulasi yang disusun benar-benar komprehensif dan implementatif.