Jakarta – Dalam upaya memperkuat hubungan diplomatik dan meningkatkan kerja sama penegakan hukum internasional, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) melalui Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan mengadakan rapat penting untuk membahas konsepsi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia. Rapat ini dilaksanakan secara luring pada Selasa, 3 September 2024, bertempat di Ruang Rapat KUHP Lantai 5 Gedung Ditjen PP, dan dipimpin langsung oleh Alexander Palti, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan.
Rapat ini merupakan kelanjutan dari langkah diplomatik yang telah ditempuh oleh Pemerintah Indonesia dan Rusia dengan ditandatanganinya Perjanjian Ekstradisi pada 31 Maret 2023 di Bali, Indonesia. Perjanjian tersebut menjadi fondasi bagi kedua negara untuk meningkatkan kolaborasi dalam menangani kejahatan lintas negara, seperti tindak pidana terorisme, korupsi, dan kejahatan terorganisir lainnya.
Alexander Palti, dalam sambutannya, menekankan pentingnya harmonisasi antara aturan hukum nasional dengan perjanjian internasional yang telah disepakati. "Perjanjian Ekstradisi ini adalah wujud nyata dari komitmen bersama Indonesia dan Rusia untuk memperkuat penegakan hukum lintas negara. Pengesahan RUU ini akan memberikan dasar hukum yang kuat untuk mengekstradisi pelaku kejahatan yang melarikan diri ke negara lain, sehingga memastikan bahwa tidak ada tempat aman bagi mereka," ungkap Palti.
Rapat ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari berbagai lembaga terkait, termasuk Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Badan Pembinaan Hukum Nasional, dan tim perancangan dari Ditjen PP. Kehadiran mereka mencerminkan kolaborasi lintas sektor yang diperlukan untuk memastikan bahwa RUU ini mencakup seluruh aspek hukum yang relevan dan mematuhi standar internasional.
Fokus pembahasan dalam rapat ini adalah menyusun RUU yang dapat mengintegrasikan ketentuan dalam Perjanjian Ekstradisi dengan peraturan perundang-undangan nasional yang ada. Diskusi mendalam dilakukan mengenai berbagai aspek teknis dan legal yang harus dipertimbangkan, termasuk prosedur ekstradisi, jaminan perlindungan hak asasi manusia, serta mekanisme kerja sama yang efektif antara kedua negara.