Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kembali bergulir dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang digelar secara luring di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Rabu (09/07).
Rapat kali ini dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum Eddy OS Hiariej, didampingi oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Dhahana Putra, dan Sekretaris Jenderal Kemenkum, Nico Afinta. Turut hadir mewakili pemerintah, Wakil Menteri Sekretariat Negara Bambang Eko Suhariyanto.
Dalam rapat tersebut, pembahasan berfokus pada rekapitulasi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam RUU KUHAP, yang menjadi kunci utama proses harmonisasi antara pemerintah dan DPR. DIM merupakan instrumen penting dalam merinci bagian mana dari RUU yang akan tetap, diubah, dihapus, atau ditambahkan substansi baru.
Dari pembahasan yang berlangsung, Panja menyepakati 1.091 DIM berstatus tetap, artinya tidak mengalami perubahan substansi maupun redaksi. Selain itu, 295 DIM redaksional disepakati untuk diserahkan kepada tim perumus dan tim sinkronisasi guna dibahas lebih lanjut secara teknis.
Wamenkumham Eddy OS Hiariej menjelaskan bahwa pemerintah telah menguraikan secara rinci argumentasi atas 68 DIM perubahan substansi yang dibahas per klaster, serta 91 DIM yang dihapus berdasarkan pertimbangan efektivitas dan konsistensi sistem hukum.
Pemerintah terus mendorong agar proses pembahasan berjalan secara cermat dan transparan. Setiap perubahan dalam RUU KUHAP harus menjawab tantangan penegakan hukum modern, sekaligus memperkuat perlindungan hak asasi.
Rapat ini juga menyepakati bahwa pembahasan terhadap DIM Substansi Baru akan dilanjutkan dalam pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada Kamis, 10 Juli 2025. DIM ini berisi usulan penguatan norma hukum acara pidana yang belum tercantum sebelumnya, baik dari pemerintah maupun DPR.
Hadirnya Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Dhahana Putra dalam rapat panja tersebut menegaskan komitmen DJPP untuk terus memberikan dukungan teknis dan substansial dalam memastikan RUU KUHAP yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi serta sesuai dengan perkembangan hukum nasional dan internasional. Pembaruan KUHAP ini bukan sekadar revisi, tetapi langkah strategis membangun sistem hukum pidana yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada kepastian hukum.