
Jakarta – Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum RI menggelar Rapat Pembahasan Tahunan Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 2026 di Le Méridien Jakarta pada Selasa, 21 Oktober 2025. Rapat yang diselenggarakan oleh DJPP selaku koordinator perencanaan Progsun PP/Perpres ini dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Dr. Dhahana Putra, dan dipimpin oleh Direktur Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan, Aisyah Lailiyah. Agenda utama pertemuan ini adalah meninjau usulan tahunan dan merencanakan Program Penyusunan untuk tahun 2026. Rapat ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai Kementerian dan Lembaga, termasuk Kementerian Investasi & Hilirisasi/BKPM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) , dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Pembahasan fokus pada usulan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) baru untuk dipertimbangkan masuk dalam program 2026. Dari total 53 usulan RPerpres yang diterima, 38 di antaranya direkomendasikan untuk dimasukkan ke dalam program tahun 2026 setelah melalui verifikasi administratif dan teknis. Namun, beberapa usulan RPP ditunda karena memerlukan penyelesaian isu mendasar, seperti RPP Penjaminan Polis yang menunggu konsultasi dengan DPR, serta RPP LKS Tripartit yang memerlukan persetujuan Presiden terkait kenaikan honorarium dan kejelasan hukum prosedur pemberhentian. Sementara itu, usulan RPP Pendidikan dan Layanan Psikologi ditunda penetapannya dalam program 2026 kecuali harmonisasi antar kementerian terkait selesai sebelum akhir 2025.
Dalam sesi usulan RPerpres, Direktur Perencanaan memberikan rekap akhir, dengan total 38 Rancangan Perpres yang direkomendasikan masuk Progsun 2026. RPerpres ini berasal dari berbagai kementerian seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) , Kementerian Hukum (Kemenkum), Kementerian Luar Negeri(Kemenlu), Kementerian Pertahanan(Kemenhan), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (kemendikdasmen). Beberapa usulan, seperti Perpres Internasionalisasi Bahasa Indonesia, dianggap lebih tepat diatur melalui peraturan menteri. Selain itu, Bappenas menyarankan agar penyusunan peringkat prioritas didasarkan pada kinerja historis dan tingkat urgensi, serta keselarasan dengan prioritas pembangunan nasional. Kementerian Investasi & BKPM juga menyampaikan perkembangan usulan Perpres Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM), yang siap dilanjutkan setelah kelengkapan dokumen terpenuhi.
Rapat juga menyoroti rendahnya tingkat realisasi penyusunan RPP yang baru mencapai 12% dan Perpres 21% pada Program Tahun 2025, yang mengindikasikan masih adanya kendala dalam proses legislasi dan tindak lanjut. Sebagai tindak lanjut, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan menekankan komitmen untuk memperkuat koordinasi dan konsistensi, serta mendesak kementerian untuk menyelesaikan harmonisasi dan konsultasi tepat waktu, idealnya sebelum Desember 2025, bagi usulan yang diharapkan masuk ke program 2026. Penekanan diberikan pada pentingnya memperoleh persetujuan prinsip dari Kemenkeu dan KemenPAN RB terkait aspek anggaran dan struktur, serta fokus pada kesiapan dan kematangan substansi dibandingkan jumlah usulan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan. Hasil rekomendasi final dari rapat ini selanjutnya akan diajukan kepada Presiden melalui Menteri Hukum.


