Jakarta — Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan melalui Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan menyelenggarakan rapat penyusunan Naskah Akademik RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati pada Kamis (24/04). Rapat dipimpin oleh Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Roberia dan dihadiri oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Dhahana Putra, Direktur Perencanaan Peraturan Perundang-undangan Aisyah Lailiyah, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Utama Agus Hariadi, serta perwakilan dari Direktorat Perancangan, Direktorat Perencanaan, dan Koalisi Masyarakat Sipil seperti ICJR, IJRS, LeIP, LBHM.
Dalam rapat, dibahas latar belakang penyusunan Naskah Akademik yang merespons reaksi negatif atas eksekusi mati tahun 2015-2016, ketidakrelevanan UU 2 PNPS 1964, serta mandat baru dalam Pasal 99-102 KUHP. Selain itu, diangkat pula isu praktik empiris berupa moratorium eksekusi mati tanpa moratorium penuntutan, yang menyebabkan deret tunggu eksekusi meningkat 10-30% tiap tahun dan menimbulkan berbagai permasalahan bagi terpidana mati, seperti keterbatasan pendampingan serta tekanan fisik dan mental.
Beberapa substansi penting yang masih perlu didiskusikan lebih lanjut adalah penentuan proses bisnis administrasi pelaksanaan pidana mati antara Lapas, Kejari, Kejagung, dan pihak terkait lainnya. Seluruh masukan yang disampaikan dalam rapat akan dicatat dan dibahas lebih lanjut dalam proses penyusunan Naskah Akademik berikutnya.
Rapat berlangsung secara konstruktif dan kolaboratif, mencerminkan komitmen bersama untuk memastikan tata cara pelaksanaan pidana mati yang lebih akuntabel, transparan, serta menghormati hak asasi manusia di Indonesia.