Jakarta – Senin, 12 Agustus 2024, dilaksanakan rapat pleno harmonisasi yang membahas Rancangan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2017. Rapat ini diselenggarakan oleh Tim Kerja Harmonisasi Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan secara hibrid bertempat di Hotel Arion Suites Kemang dan virtual serta dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari berbagai instansi terkait.
Rapat dibuka oleh Andrie Amoes, yang bertindak sebagai Pembina Tim Kerja Harmonisasi, dan dipimpin oleh Andri Manuella Ginting sebagai Ketua Tim Harmonisasi. Agenda utama rapat adalah untuk membahas optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian dalam penanganan dan pemberantasan tindak pidana yang berkaitan dengan perempuan dan anak, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta penyelundupan manusia.
Dalam rapat ini ditekankan pentingnya penataan kembali organisasi dan tata kerja di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menjawab tantangan dan dinamika sosial yang terus berkembang. Kita perlu memastikan bahwa struktur organisasi Polri dapat mendukung pelaksanaan tugas dengan lebih efektif, terutama dalam melindungi kelompok rentan seperti perempuan dan anak.
Salah satu poin krusial dalam pembahasan adalah rencana pembentukan Direktorat baru yang akan khusus menangani perkara pelayanan perempuan dan anak (PPA) serta tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Bareskrim. Penambahan direktorat ini diharapkan dapat meningkatkan fokus dan responsivitas Polri terhadap masalah-masalah yang menyangkut perlindungan terhadap perempuan dan anak, yang sering kali menjadi korban dalam berbagai bentuk kejahatan.
Rapat ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kepolisian Negara RI, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Sekretariat Kabinet. Kehadiran berbagai instansi tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung penguatan institusi Polri melalui kebijakan yang lebih terarah dan terintegrasi.
Rapat pleno harmonisasi ini merupakan langkah awal yang penting dalam proses legislasi yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas Polri dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam bidang perlindungan perempuan dan anak. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan Polri dapat lebih responsif dan efektif dalam mengatasi berbagai tantangan yang berkaitan dengan kejahatan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.