Jakarta – Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan, sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum, menggelar rapat internal pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Narkotika dan Psikotropika. Rapat yang berlangsung pada Selasa, 18 Maret 2025, ini dipimpin oleh Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Roberia, serta dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kemenko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Kesehatan, Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), aparat penegak hukum, akademisi, serta koalisi masyarakat sipil.
Dalam pembahasan ini, pemerintah menyoroti beberapa isu krusial terkait kebijakan pidana dalam regulasi narkotika. Salah satu aspek utama yang dibahas adalah pendekatan antara depenalisasi dan dekriminalisasi, khususnya dalam membedakan kategori pengguna dengan pelaku peredaran narkotika. Pemerintah juga meninjau ulang penerapan hukuman mati dalam kasus narkotika, dengan mempertimbangkan ambang batas yang jelas antara peredaran dan kepemilikan untuk konsumsi pribadi. Setiap ketentuan pidana yang akan diatur dalam RUU ini diharapkan mampu mencerminkan keadilan serta memberikan kepastian hukum yang lebih baik.
Selain aspek pidana, rapat juga membahas mekanisme peredaran dan penyaluran narkotika yang saat ini beririsan dengan substansi dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Pemerintah menilai perlu adanya harmonisasi kebijakan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian guna memastikan aturan yang dibuat dapat diimplementasikan secara efektif dalam praktik penegakan hukum. Penyesuaian ini diharapkan dapat mengatasi potensi hambatan dalam pengawasan distribusi narkotika untuk keperluan medis dan penelitian.
Pembahasan ini juga melibatkan perspektif dari berbagai sektor terkait untuk menciptakan regulasi yang lebih komprehensif dan berimbang. Pemerintah menekankan bahwa revisi RUU Narkotika dan Psikotropika harus mampu menjawab tantangan baru dalam penanganan kasus narkotika di Indonesia, baik dari aspek pencegahan, rehabilitasi, hingga penindakan hukum yang lebih proporsional terhadap pelanggaran.
Sebagai tindak lanjut, pembahasan akan berlanjut pada Rabu, 19 Maret 2025, dengan agenda utama mendengarkan pandangan dari Kemenko Perekonomian. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap ketentuan dalam RUU ini selaras dengan kebijakan ekonomi, kesehatan, dan keamanan nasional. Pemerintah berkomitmen untuk menyusun regulasi yang tidak hanya tegas dalam memberantas peredaran narkotika ilegal, tetapi juga berorientasi pada pendekatan humanis dan berbasis keadilan sosial bagi masyarakat.