
Jakarta - Pemerintah sedang menyelesaikan kebijakan perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun yang berlaku untuk Tahun Anggaran 2026. Kebijakan ini dirancang sebagai paket ekonomi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional dan merangsang daya beli masyarakat di sektor perumahan. Rencana perpanjangan insentif ini tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) yang proses finalisasinya telah memasuki tahap akhir, dibuktikan dengan diselenggarakannya Rapat Pleno Harmonisasi oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum RI pada tanggal 27 Oktober 2025.
Rapat dibuka oleh Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan III, Unan Pribadi, dan dipandu oleh Susana Oktavia, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya, yang turut menyelaraskan draft regulasi dengan masukan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait. Dalam rancangan aturan tersebut, insentif PPN DTP rencananya akan diberikan sebesar 100% dari PPN terutang dan berlaku untuk penyerahan yang terjadi sejak 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2026. Namun, pemberian insentif ini memiliki batasan harga jual dan hanya diberikan atas PPN yang terutang dari bagian Harga Jual sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Sementara itu, batas Harga Jual maksimum untuk rumah tapak atau satuan rumah susun yang dapat memanfaatkan insentif ini ditetapkan paling banyak sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Fasilitas PPN DTP ini hanya dapat dimanfaatkan oleh satu orang pribadi untuk perolehan satu unit rumah tapak atau satu unit satuan rumah susun. Persyaratan utama yang wajib dipenuhi adalah properti yang diserahkan harus merupakan rumah tapak atau satuan rumah susun baru yang berada dalam kondisi siap huni. Selain itu, serah terima unit secara nyata harus dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani dan wajib didaftarkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual ke dalam aplikasi kementerian terkait paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan serah terima dilakukan.
Pemberian insentif ini juga memiliki sejumlah pengecualian, seperti PPN tidak ditanggung pemerintah jika penyerahan dilakukan sebelum 1 Januari 2026 atau setelah 31 Desember 2026, atau jika telah dilakukan pembayaran uang muka atau cicilan pertama sebelum 1 Januari 2026. Peran DJPP dalam memfasilitasi Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Rancangan Peraturan ini sangat penting untuk memastikan sinkronisasi antara peraturan perundang-undangan serta menghindari disharmoni. Dengan tuntasnya Rapat Pleno Harmonisasi yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, kini payung hukum untuk kelanjutan insentif PPN properti pada tahun 2026 ini dipastikan akan segera diterbitkan dan diundangkan, memberikan kepastian hukum bagi sektor properti dan masyarakat.



